Sejumlah Eks Karyawan BUMN Mengadu ke Komisi VI
Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi VI DPR RI, Selasa (26/2), yang dipimpin Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima (F-PDI Perjuangan) dipenuhi dengan keluhan para eks karyawan BUMN, di antaranya PT Garam Madura, PT. PLN, dan PT. Pertamina yang diwakili para serikat pekerjanya.
Hingga kini, nasib para karyawan tersebut tidak jelas. Mereka mempertanyakan statusnya sebagai karyawan tetap. Juga bagi yang di-PHK, selalu mempertanyakan uang pesangon. Belum lagi para karyawan outsourcing yang tidak jelas kontrak kerjanya. Hingga kini, pekerja outsourcing terkatung-katung nasibnya.
Anggota Komisi VI Hendrawan Supratikno (F-PDI Perjuangan), menjelaskan, sebetulnya penyelesaian masalah ini sudah berlangsung lama. Tahun 2000, DPR pernah membentuk tim yang ditugasi membantu penyelesaian sengketa ketenagakerjaan. Lalu, sempat pula membentuk tim yang kedua tahun 2006. Waktu itu, Priyo Budi Santoso yang kini sudah menjadi Wakil Ketua DPR RI, pernah menandatangani kesepakatan antara karyawan dan direksi PT. Garam Madura.
Bahkan, lanjut Hendrawan, kesepakatan itu juga dihadiri perwakilan petani dan menteri BUMN. “Kesepakatan ini sudah dibuat, tetapi yang menjadi masalah eksekusi di lapangannya tidak jalan. Jadi ini pada tataran kebijakan kita sudah membuat solusi dan semuanya win-win. Tetapi pada level implementasi tidak bulat. Ini yang harus diurai. Kita jangan sampai mengulangi drama yang sama, karena ini memakan waktu. Dan saya yakin bapak-bapak datang ke sini dengan doa dari keluarga dan dengan harapan besar,” jelasnya.
Tampaknya para karyawan sudah lelah dengan perjuangannya menuntut kejelasan status dan uang pesangon akibat pemutusan hubungan kerja. Masalah ini, sudah sekitar 10 tahun lebih bila dihitung dari kesepakatan pertama di tahun 2000. Namun, kesepakatan tersebut tinggallah kesepakatan dan hanya secarik kertas tak bermakna. Artinya, tidak memiliki kekuatan memaksa untuk menjalankan kesepakatan bagi kedua belah pihak.
Bila dihitung, jumlah karyawan yang menuntut kejelasan status dan uang pesangon sekitar 800 orang. DPRD Jawa Timur bahkan pernah membentuk Panitia Khusus (Pansus). Namun, kesepkatan untuk membayar pesangon ternyata hanya diberikan kepada para tenaga security saja. Karyawan lain tak mendapat apa pun. dikatakan disini.
“Terus terang saya berpikir keras. Kalau persoalannya pada level ekskusi, berarti ada masalah di instruksi. Instruksinya harus instruksi yang sifatnya komando. Kalau itu menyangkut perusahaan X, dia langsung perintahkan kepada direksi perusahaan X-nya, sehingga fokus tanggungjawabnya jelas,” tandas Hendrawan. (iw, mh)/foto:iwan armanias/parle.